Growing up as a Chinese-Australian: My funny moments
December 15, 2020Pemuda dan Pandangan Mengenai Pernikahan: Guys vs Girls
March 10, 2021Oleh : Patrisius Favian
Seperti yang kita tahu, pandemi Covid-19 ini telah menimbulkan berbagai perubahan bagi masyarakat Indonesia maupun dunia, termasuk meningkatnya tingkat Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang sangat drastis. Hingga Oktober 2020, KOMNAS Perempuan mencatat 659 data kekerasan telah terjadi. Angka ini naik hampir tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sebanyak 281 kasus. Fenomena ini sangat memprihatinkan, apalagi mayoritas dari korban KBGO adalah perempuan.
Peningkatan angka kasus kekerasan ini salah satunya diakibatkan oleh terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda sepanjang 2020. Kebiasaan normal baru yang memaksa semua orang untuk tinggal di rumah saja secara otomatis meningkatkan intensitas penggunaan platform digital. Semua orang melakukan aktivitas sehari-hari melalui ruang digital untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi. Secara otomatis, segala bentuk interaksi baik fisik maupun sosial juga hanya dapat dilakukan secara terbatas. Akibatnya, tingkat stress meningkat dan menyebabkan meningkatnya tindakan KBGO secara eksponensial.
Keadaan ini didukung oleh kemajuan teknologi serta luasnya jaringan internet yang memengaruhi popularitas penggunaan media sosial. Dampaknya, bentuk-bentuk baru Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tercipta, yakni Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan di dunia maya juga memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual. Namun jika tidak, maka kekerasan tersebut masuk dalam kategori kekerasan umum di ranah online.
Belum lama ini, pengguna media sosial telah dikejutkan oleh video syur berdurasi 19 detik milik inisial GA. Seperti yang telah diberitakan oleh banyak media, GA tidak ada niat sedikit pun untuk menyebarkan video syur tersebut. Ia mengatakan, kedua smartphone yang ia miliki sempat rusak dan hilang, sebelum kemudian disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kasus di atas dapat dikategorikan sebagai kekerasan Non-Consensual Dissemination of Intimate Images yakni suatu perbuatan membagikan atau menyebarkan foto, video, maupun ujaran yang berisi materi seksual seseorang tanpa persetujuan.
Jika kita telaah lebih dalam lagi, jenis-jenis KBGO sangat beragam. Misalnya, kasus kekerasan seksual online yang dilakukan oleh seseorang berinisal LWD melalui aplikasi kencan daring. Ia mengaku sebagai akademisi yang juga lulusan S1 ISI, S2 UGM, hingga S3 di salah satu universitas ternama di Swiss. Melalui aplikasi kencan online Tinder, ia berhasil memperdaya ratusan perempuan untuk ditipu dan diajak untuk berhubungan seksual.
Perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai jenis tindakan KBGO yang disebut scammer, yakni suatu tindakan penipuan melalui aplikasi kencan atau media sosial dengan cara membangun kepercayaan kemudian membuat cerita palsu untuk meminta uang. Hal itu dapat di buktikan melalui postingan dari akun Instagram @aliskamugemash yang berusaha untuk mengadvokasikan perbuatan pelaku kekerasan seksual kepada masyarakat agar lebih berhati-hati jika bertemu dengan pelaku di aplikasi kencan online. Akun Instagram tersebut juga berusaha untuk meyakinkan para korban agar berani untuk melaporkan perbutaan dari pelaku.
Dua kasus di atas merupakan sedikit contoh dari banyaknya kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) di masa pandemi. Peningkatan penggunaan platform online, berbanding lurus dengan peningkatan angka kekerasan berbasis gender online dengan beragam bentuk. Kondisi ini memungkinkan kita tidak menyadari, bahwa kita sangat mungkin untuk terlibat dalam kekerasan berbasis gender online.
Bentuk kekerasan online tersebut penting untuk diketahui agar solusi yang diberikan lebih tepat dan efektif. Penegakan hukum, saat ini tidak hanya menjadi satu-satunya solusi yang dapat diterapkan untuk mencegah dan menangani teradinya tindakan KBGO. Intervensi yang mampu mengubah cara pandang pelaku terkait relasi gender dan seksual dengan korban perlu dilakukan. Tanpa adanya intervensi ini, pelaku bisa saja tetap memiliki cara pandang bias gender dan seksual setelah menjalani hukuman.
Referensi
Briantika, A. (2021, 1 21). Jangan Takut Lapor, Polri Jamin Identitas Korban “aliskamugemash”. Retrieved from Tirto: https://tirto.id/jangan-takut-lapor-polri-jamin-identitas-korban-aliskamugemash-f9v9
CNN Indonesia. (2020, 12 29). Gisella Anastasia, Penyanyi hingga Terjerat Kasus Pornografi. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20201229142627-234-587408/gisella-anastasia-penyanyi-hingga-terjerat-kasus-pornografi
Kusuma, E., & Arum, S. N. (2019). Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online. Denpasar: Safenet.
Parhani, S. (2020, 6 18). Infografik : Jenis-Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online. Retrieved from Magdalene: https://magdalene.co/story/infografik-jenis-jenis-kbgo
Safenet Voice. (2020, 12 16). Peningkatan Kekerasan Berbasis Gender Online selama Pandemi. Retrieved from Safenet: https://id.safenet.or.id/2020/12/rilis-pers-peningkatan-kekerasan-berbasis-gender-online-selama-pandemi/