Bincang Buku YouSure: Anak Muda dan Profesi Kreasi Konten Era Digital
August 18, 2021Obsesi Anak Muda terhadap Layanan Psikologi Bukan untuk Ditertawakan
Oleh :
Amanda Tan
Belakangan ini, beberapa video pendek beredar di platform media sosial yang menampilkan lemahnya generasi Millenial dan generasi Z dalam menghadapi tantangan di dunia pekerjaan, mereka sekarang disebut sebagai generasi stroberi. Di video tersebut, narator kemudian juga menggambarkan bagaimana generasi ini selalu bergantung pada layanan psikologi untuk proses pemulihan dari ‘shock’ atau tekanan yang didapatkan, sedangkan generasi sebelumnya, baby boomers, tegar dalam menghadapi tekanan. Visualisasi yang ditampilkan sangatlah memberikan persepsi negatif mengenai mentalitas generasi Z dan Millenial, bahwa mereka lemah, tidak berdaya, tidak mudah ditempa dan memiliki privilese untuk mengakses layanan kesehatan psikologi atau psikiatri secara mandiri. Bahkan ada juga video yang mengatribusikan mentalitas ini dengan kesalahan pola asuh.
Artikel ini mempermasalahkan persepsi negatif yang dicetuskan oleh para konten kreator tentang ‘obsesi’ generasi Z terhadap layangan psikologi. Di dalam kontestasi narasi di media sosial, perbedaan sikap dan mentalitas generasi selalu dimunculkan, dan mengedepankan trait positif dari generasi pendahulu generasi Z atau millenial, namun penjelasan bagaimana perbedaan muncul dan terjadi dari lensa ilmu sosiologi masih belum banyak dibahas. Selain itu, persepsi bahwa generasi Z selalu memiliki akses terhadap layanan psikologis juga menjadi masalah yang perlu diulas.
Teori Generasi Sosial oleh Karl Mannheim (1952, disitasi di Woodman & Wyn, 2015), seorang sosiolog yang mempelajari perubahan sosial dan dampaknya terhadap pembentukan kelompok generasi, menjelaskan bahwa sebuah generasi tumbuh dari situasi sosial-politik ekonomi tertentu dan spesifik, dan kelompok ini kemudian memiliki kesadaran kelas yang sama untuk menegasikan kondisi struktural tersebut.
Mannheim juga menjelaskan bahwa walau sebuah generasi menghadapi kondisi sosial-politik dan isu kebijakan yang sama, namun terdapat ‘generational unit’ di dalam sebuah kelompok generasi dimana unit-unit kecil ini memiliki perbedaan dalam segi akses dan sumber daya karena berada pada posisi kelas yang berbeda. Tidak ada situasi kondisi politik-sosial yang lebih mudah atau sulit dengan generasi sebelumnya, poinnya adalah pada pembentukan karakteristik, trait, dan disposisi serta munculnya kesadaran kelas akan situasi tersebut.
Studi kepemudaan kemudian juga dianalisakan lebih lanjut oleh beberapa sosiolog lainnya seperti Johanna Wyn dan Dan Woodman (2006), di dalam artikelnya yang berjudul Generation, Youth and Social Change in Australia. Wyn and Woodman (2006) memakai konsep generasi untuk melihat bagaimana perubahaan sosial dikonseptualisasikan sebagai bentuk perubahan kebijakan negara dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan yang berbasis pada praktik neoliberalisme, sehingga membentuk pengalaman hidup anak muda di kesehariannya yang mana juga berpengaruh pada pola sikap dan perilaku. Woodman (2020) juga menambahkan bahwa walau proses perubahan sosial yang terjadi, kesenjangan antar kelompok tersebut berlanjut namun termanifestasi dalam bentuk yang berbeda akibat perbedaan kondisi situasi politik, ekonomi, dan kebijakan yang berbeda juga. Seperti misalnya, kesenjangan sekarang diartikan sebagai proses yang mengindividualisasi, artinya anak muda secara individual perlu menanggung sendiri bagaimana menavigasikan kesenjangan yang terjadi dengan cara masing-masing.
Berdasarkan teori di atas, pengaplikasian ke dalam konteks Indonesia menjadi relevan, mengingat bahwa pemerintah juga mencetuskan beberapa kebijakan neoliberalisme di dalam konteks ketenagakerjaan, seperti UU Cipta Kerja. Artikel ini berargumen bahwa obsesi anak muda terkait dengan layanan psikologis seharusnya bukan menjadi hal yang perlu ditertawakan. Apalagi, masyarakat modern memang sudah beralih menjadi masyarakat terapeutik, menanggalkan moralisme dan ke-Tuhanan (Rieff, 1966).
Kondisi pekerjaan dan kebijakan yang berbeda, seperti kerja berbasis kontrak dan jam yang tidak menentu yang mengkarakterisasikan kebijakan neoliberalisme di Indonesia tentu berdampak pada kondisi psikologis anak muda. Menurut studi oleh Becker, Hartwich dan Haslam (2021), neoliberalisme di dalam dunia kerja memiliki dampak membuat seseorang merasa kesepian dan cemas yang berlebih. Dituntut untuk dapat menavigasikan proses ini secara mandiri dan individualis, layanan kesehatan mental menjadi salah satu rujukan mereka untuk memulihkan diri.
Sayangnya, negara belum sepenuhnya hadir untuk memberikan layanan kesehatan mental yang terjangkau agar hak atas kesehatan anak muda terpenuhi seutuhnya. Layanan kesehatan mental gratis memang belum banyak diciptakan untuk dapat menavigasikan masalah struktural ini, hanya beberapa lembaga non-for-profit yang menyediakannya secara gratis.
Hak atas pelayanan kesehatan yang memadai, tidak hanya berdasarkan mekanisme market dan privatisasi, perlu menjadi salah satu agenda kebijakan pemerintah yang dapat juga berkolaborasi dengan masyarakat sipil untuk memastikan layanan kesehatan mental semakin diperluas. Karena, tidak ada yang perlu ditertawakan untuk menjadi ‘obses’ dalam mendapatkan bantuan psikologis di era individualisasi, marketisasi, deregulasi ekonomi dan sosial. Karena, keberadaan manusia yang utuh tentunya perlu dimaknai dengan jiwa dan raga yang sehat serta pencapaian aktualisasi diri yang tidak hanya terbatas sebagai makhluk ekonomi.
Referensi
- Becker, J., Hartwich, L., & Haslam, S.A. (2021). Neoliberalism can reduce well-being by promoting a sense of social disconnection, competition and loneliness. British Journal of Social Psychology, 60, pp. 947-965. Retrieved from https://bpspsychub.onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1111/bjso.12438.
- Rieff, P. (1966). The Triumph of the Therapeutic: Uses of Faith after Freud. Intercollegiate Studies Institute: United States.
- Woodman, D., & Wyn, J. (2015). Youth and Generation: Rethinking Change and Inequality in the Lives of Young People. London: SAGE Publicaiton.
- Woodman, D. (2020). Social Change and Generation. In J. Wyn,., H. Cahill., D. Woodman., H. Cuervo., Leccardi, C., & Chesters, J. (Eds). Youth and the New Adulthood, pp. 31-46. Retrieved from https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-981-15-3365-5_3.
- Wyn, J., & Woodman, D. (2006). Generation, Youth and Social Change in Australia. Journal of Youth Studies, 9 (5), pp. 495-514. Retrieved from https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/13676260600805713?needAccess=true.