Anak Muda dan Relasi Interpersonal Kontemporer: Menjalin Hubungan yang Sehat
September 24, 2020Pengetahuan dan HAM: Refleksi atas Kesenjangan yang Hadir
December 10, 2020Bunyi gletakan alat tenun bukan mesin (ATBM) terdengar keras di pondokan Dusun Sejatidesa, Godean, pada Sabtu (29/2). Sekitar 8 ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok koperasi tenun Pelangi Sejati pun terlihat sibuk menjelaskan ke Tim YouSure tentang proses pembuatan tenun, mulai dari mewarnai benang hingga mengoperasikan ATBM. Kegiatan ini merupakan salah satu dari proses riset YouSure untuk mendokumentasikan sejarah, cara pembuatan dan variatif produk tenun tradisional hasil tangan Dusun Sejatidesa. Riset ini merupakan hibah dari BAPPEDA Sleman tentang potensi lokal di desa-desa Sleman yang sudah dilakukan mulai dari tahun 2018 lalu.
“Di tengah terkenalnya batik dari Yogyakarta, aku rasa tenun juga menjadi menarik untuk diulas lebih dalam lagi khususnya di daerah sini,” ungkap Magdalena Putri selaku asisten peneliti Tim YouSure. Menurutnya, hanya Dusun Sejatidesa yang masih bertahan menggunakan ATBM di Kecamatan Moyudan. Semua masih sangat tradisional, mulai dari benang yang diwarnai dengan rendaman kayu jati hingga alat tenunnya sendiri yang terbuat dari kayu. Untuk membuat kain tenun sepanjang 20 meter, biasanya ibu-ibu ini memakan waktu 5 hari jika dikerjakan terus menerus. Ini bukan hanya sebuah kegiatan menenun, namun ada sebuah budaya yang hidup.
Oki Rahadianto selaku Ketua Tim sekaligus Direktur Eksekutif YouSure menjelaskan, ide riset ini berawal dari terlihatnya problem generasi dimana pemuda-pemuda di Dusun Sejatidesa tidak memiliki minat meneruskan pekerjaan orangtuanya sebagai penenun. Padahal, menurutnya tradisi ini merupakan local wisdom yang mempunyai ciri khasnya sendiri. Kurangnya minat ini disebabkan oleh faktor globalisasi, berkembangnya media informasi serta naiknya tingkat pendidikan pemuda dibanding orangtuanya. Melihat hal tersebut, usaha dokumentasi ini pun dilakukan agar pengetahuan tentang tenun ini tidak hilang. “Nantinya kita akan buat modul populer tentang tenun ATBM ini untuk menarik minat anak muda yang ingin mempunyai pekerjaan alternatif terkait hal ini,” katanya.
Asteria Harsiah sebagai koordinator UB (Usaha Bersama) Pelangi Sejati ini juga mengaku senang dengan adanya usaha pembuatan modul populer ini. Mencoba mengangkat produk tenun lebih membawa narasi anak muda supaya lebih popular di kalangan umum. Sebagai seorang penenun yang memiliki anak, dirinya juga merasa faktor gengsi menjadi penghambat adanya regenerasi dalam tradisi ini. Di satu sisi, pemuda banyak yang memilih dan bercita-cita menjadi pegawai kantoran. Hal ini juga didukung dengan pemikiran orangtuanya yang merasa sayang jika sudah menyekolahkan anaknya namun berakhir menjadi penenun. “Harapan saya sih walaupun tidak menjadi penenun, namun setidaknya pemuda disini mau ikut memasarkan dan memakai produk tenun kita,” harapnya.
Oleh: Fatima Gita